Teknologi Fermentasi Biji Kakao Kering
Salah satu permasalahan kakao Indonesia sampai saat ini adalah mutu yang masih rendah, terutama disebabkan oleh penanganan pascapanen yang belum dilakukan dengan baik dan benar, seperti biji kakao tidak difermentasi atau proses fermentasi yang kurang baik. Kondisi seperti ini menyebabkan biji kakao yang diekspor sebagian besar merupakan biji kakao yang tidak difermentasi sehingga mengakibatkan biji kakao Indonesia kalah bersaing di pasar internasional. Proses fermentasi ini bertujuan untuk membentuk citarasa khas coklat, warna coklat dan keping bijinya berongga serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada dalam biji kakao sehingga menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik, serta warna coklat cerah dan bersih.
Untuk menghasilkan biji kakao yang berkualitas baik secara fisik dan kimia namun tidak memerlukan waktu fermentasi yang lama maka dilakukan penelitian terkait dengan optimalisasi laju fermentasi biji kakao bermutu tinggi dengan menambahkan ragi. Ragi yang digunakan untuk mempercepat waktu fermentasi yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh petani kakao sehingga mutu biji kakao yang dijual dalam keadaan terbaik yang akan meningkatkan nilai tambah bagi petani.
Biji kakao kering asalan terlebih dahulu direhidrasi dengan menggunakan air dengan suhu 40 °C untuk mengaktifkan kembali mikroba yang mengering di bagian pulpa dan dibiarkan selama ±10 menit. Fermentasi dilakukan selama 5 hari dimana selama fermentasi berlangsung diamati pH, suhu, indeks fermentasi dan total asam biji kakao.
Penggunaan Saccharomyces cerevisiae sebanyak 1,5% dari berat biji kakao kering menghasilkan biji kakao dengan nilai indeks fermentasi 1. Biji kakao kering yang diperoleh memiliki kadar air 7,4%, dan jumlah biji per 100 gram sebanyak 82 biji sehingga dikategorikan ke dalam mutu A sesuai SNI 01-2323-2008.